Sejumlah Hakim Riau Diproses KY Terkait Kasus Pelangaran Kode Etik

Sabtu, 04 November 2017

Ilustrasi

RADARPEKANBARU.COM- Komisi Yudisial Penghubung Riau menangani tujuh laporan terkait hakim yang diduga melanggar kode etik berdasarkan laporan masyarakat pada tahun 2017 ini di wilayah setempat.

"Tahun ini ada tujuh laporan hakim yang ada di wilayah kerja KY Penghubung Riau-Kepri. ini peringkat delapan se-Indonesia dan nomor dua di Sumatera," kata Koordinator KY Penghubung Riau, Hotman Parulian Siahaan di Pekanbaru, Kamis (2/11)

Menurut dia, laporan masyarakat sesungguhnya banyak yang masuk, namun tidak semua disertai bukti-bukti. Oleh karena itu, hanya ada tujuh yang diproses dan ditindaklanjuti.

Meski begitu, lanjutnya, KY tetap akan menerima laporan masyarakat dan juga memantau berbagai persidangan di pengadilan tingkat pertama dan kedua di Riau. Meskipun, lanjutnya itu hanya akan dilakukan oleh empat orang yakni dirinya dan tiga asisten.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner KY Pusat, Sumartoyo di Pekanbaru menyampaikan bahwa secara nasional ada 1700 laporan yang masuk terkait hakim tahun 2017 ini. Namun dari jumlah itu hanya tujuh persen saja yang ditindaklanjuti karena terkait bukti-bukti tersebut.

"Jumlah laporan 1700 lebih, tapi hakimnya bisa tiga, ada juga yang enam darei pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Yang ditindaklanjuti hanya tujuh persen," ungkapnya.

Pihaknya mendalami laporan terkait adanya putusan yang "nyeleneh" yang diduga akibat ada prilaku yang tak beres juga. Akhirnya setelah didalami direkomendasikan ke Mahkamah Agung hingga tahun ini ada tiga hakim yang sudah dipecat. Diantaranya ada yang suap," jelasnya.

Untuk melakukan pengawasan ini, pihaknya juga berencana meluncurkan situs yang mengkaji terhadap putusan hakim. Meskipun menurutnya banyak hakim yang tidak mau dikomentari karena menganggap itu bagian dari intervensi.

Akan tetapi, lanjutnya, hal ini adalah kajian ilmiah terhadap suatu putusan yang diterbitkan setelah dinilai tim dan juga diajukan kepada pakar. Ini menurutnya supaya hakim tidak kebal dengan komentar karena tidak ada juga yang melarang mengomentari putusan tingkat pertama PN dan kedua PT.

"Kalau ada orang dapat salinannya dan dalam ilmiah dikaji, itu ada landasan nya, tidak asal-asalan, tapi terarah," imbuhnya. (ant)